Mengenal Risiko Likuiditas: Pengertian, Penyebab, Pengukuran, dan Cara Mengatasi Risiko likuiditas adalah salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh perusahaan di dunia keuangan dan bisnis.Risiko likuiditas dapat muncul dalam berbagai bentuk dan situasi. Salah satunya adalah ketidakmampuan perusahaan untuk mengakses cukup dana tunai ketika diperlukan, yang dapat terjadi karena berbagai faktor seperti penurunan tiba-tiba dalam penjualan, ketergantungan pada pendanaan jangka pendek, atau perubahan ekonomi yang tidak terduga.Ini dapat mengakibatkan perusahaan harus menjual aset dengan cepat atau mengambil utang yang mahal untuk memenuhi kewajiban, yang dapat merugikan kinerja keuangan jangka panjang.Terlepas dari ukuran atau sektor industri, setiap perusahaan harus memahami dan mengelola risiko likuiditas dengan cermat agar dapat menghindari situasi kritis yang dapat merusak reputasi dan keberlangsungan bisnis.Oleh karena itu, berikut Mekari Jurnal akan menjelaskan mengenai risiko likuiditas dalam konteks keuangan bisnis perusahaan. Apa Itu Risiko Likuiditas?Istilah likuiditas mengacu kepada kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban membayar utang-utang jangka pendek dengan menggunakan harta lancar seperti utang usaha, utang dividen, utang pajak, dan lain-lain.Jika perusahaan dapat memenuhi kewajibannya dengan tepat waktu, maka dapat dikatakan bahwa perusahaan tersebut likuid, sedangkan jika perusahaan tidak mampu memenuhi kewajibannya berarti perusahaan tersebut illiquid.Perusahaan yang tidak dapat mengelola pembayaran kewajiban disertai dengan arus kas pendapatan yang tidak efektif akan rentang memiliki risiko likuiditas yang tinggi. Lalu, apa itu risiko likuiditas sebenarnya?Risiko likuiditas dalam konteks keuangan dan bisnis merujuk pada potensi kesulitan atau ketidakmampuan suatu perusahaan atau entitas keuangan untuk memenuhi kewajiban keuangan mereka dengan cepat, terutama ketika harus membayar utang atau menghadapi permintaan penarikan dana yang besar.Definisi risiko likuiditas juga dibahas dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.11/25/2009 di mana mendefinisikan resiko likuiditas sebagai risiko akibat ketidakmampuan bank memenuhi kewajiban bank yang telah jatuh tempo dari pendanaan arus kas dan atau aset yang likuid tanpa menggangu aktivas bank sehari-hari.Risiko likuiditas muncul ketika aset yang tersedia untuk digunakan tidak cukup untuk memenuhi kewajiban saat jatuh tempo, atau ketika aset tersebut sulit dijual atau dikonversi menjadi uang tunai dengan cepat tanpa mengalami kerugian substansial.Agar dapat meminimalisir atau menghindari risiko tersebut, maka perusahaan sudah seharusnya dapat melakukan pengendalian dengan manajemen risiko likuiditas.Pengertian Risiko Likuiditas BankRisiko likuiditas bank adalah risiko yang timbul ketika suatu bank tidak mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya atau tidak memiliki cukup aset likuid untuk memenuhi permintaan penarikan dana nasabah, kewajiban pinjaman, atau kewajiban lainnya yang jatuh tempo.Secara sederhana, risiko likuiditas menggambarkan kemampuan bank untuk “membayar tepat waktu” — apakah bank punya cukup uang tunai atau aset yang cepat dicairkan untuk memenuhi kebutuhan dana secara mendadak.Jenis-Jenis Risiko Likuiditas Bank Risiko Pendanaan (Funding Liquidity Risk): Terjadi ketika bank tidak dapat memperoleh pendanaan dari pasar atau sumber lain untuk memenuhi kebutuhan kasnya. Risiko Pasar Likuiditas (Market Liquidity Risk): Terjadi ketika bank memiliki aset, tetapi sulit untuk dijual atau dicairkan tanpa kerugian signifikan dalam waktu singkat. Penyebab Risiko Likuiditas di Bank Penyebab Penjelasan Penarikan Dana Secara Massal (Bank Run) Jika banyak nasabah menarik uang secara bersamaan, misalnya karena isu kebangkrutan. Kredit Macet yang Tinggi Aset bank “macet” dan tidak menghasilkan arus kas, menyebabkan kesulitan likuiditas. Ketergantungan pada Pendanaan Jangka Pendek Jika struktur pendanaan bank didominasi oleh dana jangka pendek (misalnya deposito harian). Kondisi Pasar yang Tidak Stabil Krisis keuangan, inflasi tinggi, atau suku bunga melonjak bisa mengurangi kepercayaan dan likuiditas. Mismatch Jatuh Tempo Aset dan Liabilitas Ketika aset (pinjaman) jangka panjang dibiayai dengan dana jangka pendek (tabungan). Regulasi Terkait Risiko LikuiditasDi Indonesia, pengelolaan risiko likuiditas bank diatur oleh: Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentang manajemen risiko. Peraturan Bank Indonesia (BI) tentang kewajiban minimum giro wajib minimum (GWM). Basel III Framework, yang mensyaratkan bank memiliki rasio LCR dan NSFR minimum. Baca Juga: Manajemen Risiko Bisnis, Apa Saja Langkah-Langkahnya?Penyebab Risiko LikuiditasRisiko likuiditas dapat terjadi karena berbagai alasan, termasuk:1. Ketergantungan pada sumber dana jangka pendekJika perusahaan bergantung pada pendanaan jangka pendek untuk membiayai operasinya, mereka dapat menghadapi risiko likuiditas jika sumber dana tersebut tiba-tiba tidak tersedia atau bunga yang harus dibayar meningkat secara signifikan.2. Pengelolaan kas yang burukJika perusahaan tidak memiliki manajemen kas yang efektif dan tidak dapat memprediksi dengan baik arus kas masuk dan keluar, mereka dapat menghadapi risiko likuiditas.Agar dapat menghindari penyebab ini, Anda dapat menggunakan software akuntansi yang saat ini sudah banyak dipakai oleh berbagai bisnis dan perusahaan dari berbagai bidang industri.Salah satu rekomendasi software akuntansi terbaik saat ini yaitu Mekari Jurnal. Mekari Jurnal dapat membantu Anda dalam mencatat berbagai transaksi keuangan dengan cepat dan mudah berkat sistem yang sudah terautomasi sehingga Anda tidak perlu lagi menginput secara manual.Selain itu, masih banyak fitur unggulan lainnya yang terdapat dalam Mekari Jurnal yang dapat membantu mengelola keuangan bisnis Anda agar dapat berjalan secara lebih efektif dan akurat.Coba di sini sekarang juga dan rasakan manfaatnya!Saya Mau Coba Gratis Mekari Jurnal Sekarang!atauKonsultasi dengan Sales Mekari Jurnal Sekarang!3. Perubahan dalam kondisi pasarPerubahan ekonomi atau pasar yang tak terduga, seperti krisis finansial, dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mengakses dana dengan mudah dan dapat meningkatkan risiko likuiditas.4. Kewajiban jangka pendek yang tinggiJika perusahaan memiliki kewajiban jangka pendek yang signifikan yang harus segera dipenuhi, risiko likuiditas dapat meningkat karena perusahaan harus memastikan mereka memiliki cukup uang tunai atau aset yang dapat dijual untuk membayar kewajiban tersebut.Baca Juga: Kenali Perbedaan Hutang dan Piutang & Tips Cara Mengelolanya5. Ketidakmampuan mengkonversi aset menjadi uang tunaiBeberapa aset mungkin sulit dijual atau memerlukan waktu untuk mengkonversinya menjadi uang tunai, seperti properti atau investasi yang tidak likuid.Dampak Risiko Likuiditas terhadap Bank1. Ketidakmampuan Bank dalam Memenuhi Kewajiban Jangka PendekSalah satu dampak paling kritis dari risiko likuiditas adalah ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendeknya. Dalam operasional perbankan, kewajiban seperti penarikan dana oleh nasabah, pelunasan pinjaman dari institusi lain, dan kewajiban kepada mitra bisnis harus dipenuhi secara tepat waktu. Ketika bank mengalami kekurangan likuiditas, maka kondisi ini bisa berujung pada gagal bayar (default).Gagal bayar oleh bank bukan hanya menimbulkan kerugian finansial langsung, tetapi juga menciptakan efek domino yang membahayakan reputasi dan kredibilitas bank di mata publik maupun otoritas. Ketika bank tidak mampu menyediakan dana tunai atau mencairkan aset dengan cepat untuk memenuhi permintaan penarikan dana, hal ini menunjukkan adanya mismatch antara aset likuid dan liabilitas jangka pendek.Kondisi seperti ini bisa diperparah apabila bank sangat bergantung pada pendanaan jangka pendek yang sifatnya tidak stabil. Oleh sebab itu, pengelolaan likuiditas menjadi prioritas utama dalam manajemen risiko bank. Ketidaksiapan menghadapi lonjakan kewajiban akan berdampak fatal, seperti penurunan peringkat kredit hingga intervensi regulasi darurat.2. Penurunan Kepercayaan Nasabah dan Potensi Terjadinya Bank RunKepercayaan nasabah adalah aset tak berwujud namun sangat penting bagi kelangsungan hidup bank. Risiko likuiditas dapat memicu kekhawatiran di kalangan nasabah, terutama ketika isu mengenai kekurangan kas atau krisis internal mulai mencuat ke publik. Dalam situasi seperti ini, persepsi negatif dapat berkembang secara cepat dan mendorong nasabah untuk menarik dana mereka secara serempak—fenomena yang dikenal sebagai bank run.Bank run menciptakan tekanan ganda terhadap bank. Di satu sisi, permintaan penarikan dana meningkat secara drastis, sementara di sisi lain bank mungkin tidak memiliki cukup aset likuid yang bisa langsung dikonversi menjadi uang tunai. Akibatnya, bank dipaksa untuk menjual aset jangka panjang dengan harga di bawah nilai pasar, memperparah kerugian yang ada.Efek domino dari penurunan kepercayaan ini bukan hanya dirasakan oleh bank yang bersangkutan, namun juga oleh sistem perbankan nasional secara keseluruhan. Apabila tidak ditangani dengan cepat, bank run dapat menjalar ke lembaga keuangan lain yang masih sehat melalui mekanisme yang dikenal sebagai contagion effect. Oleh karena itu, menjaga kepercayaan publik melalui transparansi, kesiapan likuiditas, dan komunikasi yang efektif adalah bagian penting dalam strategi mitigasi risiko likuiditas.3. Kerugian Finansial Akibat Likuidasi Aset MendadakDalam situasi tekanan likuiditas, bank tidak memiliki banyak pilihan selain menjual aset-asetnya untuk mendapatkan dana segar. Namun, karena urgensi waktu, penjualan aset ini seringkali dilakukan dengan harga yang jauh lebih rendah dari nilai pasar wajarnya. Inilah yang menyebabkan kerugian finansial yang signifikan.Likuidasi mendadak terhadap aset non-likuid, seperti surat utang jangka panjang, obligasi pemerintah yang belum jatuh tempo, atau properti investasi, dapat menciptakan kerugian buku yang besar. Terlebih lagi, jika kondisi pasar sedang tidak mendukung, harga jual bisa jatuh drastis. Dalam skenario ini, nilai aset yang tercatat dalam neraca menjadi tidak relevan karena tidak bisa direalisasikan.Selain itu, biaya transaksional yang timbul dari penjualan aset mendadak juga perlu diperhitungkan. Misalnya, penalti karena pencairan deposito berjangka sebelum jatuh tempo, atau biaya diskonto pada surat berharga. Semua biaya ini akan menggerus modal bank dan berpotensi mempengaruhi kinerja keuangannya dalam laporan laba rugi.Oleh karena itu, bank harus memiliki portofolio aset likuid yang memadai dan mekanisme cadangan kas agar tidak perlu melakukan fire-sale yang merugikan dalam menghadapi tekanan likuiditas mendadak.4. Intervensi Regulator dan Potensi Likuidasi InstitusiKetika risiko likuiditas telah mencapai tingkat yang mengancam stabilitas sistemik, otoritas pengawas seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Bank Indonesia dapat turun tangan. Intervensi ini bisa berupa pemberian bantuan likuiditas darurat (emergency liquidity assistance), pengawasan ketat, atau dalam skenario paling ekstrem, pencabutan izin operasional bank.Langkah ini biasanya diambil untuk mencegah kerugian lebih besar kepada masyarakat dan menjaga stabilitas sistem keuangan nasional. OJK memiliki kewenangan untuk menempatkan bank dalam status pengawasan khusus apabila ditemukan ketidaksesuaian rasio likuiditas atau pelanggaran prinsip kehati-hatian. Dalam tahap lanjut, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bisa melakukan resolusi terhadap bank yang dianggap tidak layak dipertahankan.Intervensi regulator juga bertujuan untuk melindungi simpanan nasabah. Dalam banyak kasus, intervensi ini justru membantu menstabilkan pasar keuangan dan mencegah kepanikan yang lebih luas. Namun, reputasi bank akan tercoreng, dan pemulihan pasca-intervensi akan memakan waktu dan sumber daya yang tidak sedikit.Contoh Nyata Risiko Likuiditas: Studi KasusKasus Bank Century (2008)Salah satu kasus risiko likuiditas paling terkenal di Indonesia adalah krisis yang dialami oleh Bank Century pada tahun 2008. Di tengah gejolak krisis keuangan global, Bank Century mengalami penarikan dana besar-besaran oleh nasabah. Ketidaksiapan bank dalam mengantisipasi tekanan likuiditas ini mengakibatkan arus kas macet, hingga bank nyaris kolaps.Untuk mencegah efek sistemik, pemerintah melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Bank Indonesia memberikan suntikan modal yang kontroversial. Kasus ini kemudian menjadi sorotan publik dan politik nasional karena dugaan penyalahgunaan dana bailout. Namun dari sisi manajemen risiko, kejadian ini menegaskan pentingnya manajemen likuiditas yang kuat dan sistem pengawasan yang efektif.Krisis Keuangan Global (2007–2008)Krisis finansial global yang dipicu oleh kegagalan pasar hipotek subprime di Amerika Serikat menunjukkan betapa berbahayanya krisis likuiditas di sektor perbankan. Lehman Brothers, salah satu institusi keuangan terbesar di dunia saat itu, mengalami kegagalan likuiditas yang menyebabkan kebangkrutan.Masalah utama yang dihadapi adalah ketergantungan tinggi pada pembiayaan jangka pendek dan portofolio aset berisiko tinggi yang sulit dicairkan saat krisis. Ketika investor dan pemberi pinjaman kehilangan kepercayaan, seluruh sistem pendanaan runtuh dan memicu krisis global. Peristiwa ini kemudian mendorong munculnya reformasi Basel III dan penguatan peraturan likuiditas secara global.Strategi Bank dalam Mengelola Risiko Likuiditas1. Penerapan Asset-Liability Management (ALMA)Manajemen aset dan liabilitas merupakan pendekatan sistematis untuk menjaga keseimbangan antara jatuh tempo aset dan kewajiban. ALMA digunakan untuk memastikan bahwa bank memiliki kecocokan antara sumber dana jangka pendek dan kebutuhan aset jangka pendek, serta menghindari mismatch yang berisiko tinggi.Dengan ALMA, bank dapat menyusun strategi pembiayaan, investasi, dan kebijakan pricing agar tetap selaras dengan profil risiko likuiditasnya.2. Menjaga Rasio Likuiditas Sesuai RegulasiRasio penting seperti Loan to Deposit Ratio (LDR), Liquidity Coverage Ratio (LCR), dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) merupakan indikator utama kesehatan likuiditas bank. Rasio ini wajib dijaga sesuai dengan ketentuan dari Bank Indonesia dan kerangka kerja Basel III.LCR misalnya, mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendek selama 30 hari ke depan menggunakan aset yang sangat likuid. Sedangkan NSFR menilai kemampuan pembiayaan jangka panjang secara berkelanjutan.3. Diversifikasi Sumber PendanaanKetergantungan pada satu sumber pendanaan (misalnya deposito nasabah ritel) membuat bank rentan terhadap guncangan pasar. Oleh sebab itu, bank perlu memiliki portofolio pendanaan yang beragam—dari deposito, pinjaman antarbank, surat utang, hingga dana dari pasar modal.Diversifikasi membantu mengurangi ketergantungan dan memastikan akses terhadap likuiditas dalam berbagai kondisi pasar.4. Cadangan Likuiditas dan Stress TestingBank juga wajib memiliki buffer likuiditas yang cukup dalam bentuk kas, surat berharga negara, atau aset lain yang mudah dicairkan. Selain itu, stress testing secara berkala penting untuk mensimulasikan skenario krisis dan mengukur kesiapan likuiditas bank menghadapi tekanan ekstrem.Stress testing ini juga menjadi alat penting dalam pelaporan risiko kepada regulator dan dalam menyusun rencana kontinjensi.Pengukuran Risiko LikuiditasSalah satu langkah paling tepat dalam mengelolan dan mengendalikan risiko likuiditas adalah dengan mengukur terlebih dahulu tingkat risiko masalah likuiditas.Cara yang dapat Anda lakukan yaitu dengan mengidentifikasi, mengelola, dan mengurangi potensiya terlebih dahulut.Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur risiko likuiditas, antara lain:1. Rasio LikuiditasSalah satu cara paling sederhana untuk mengukur risiko likuiditas adalah dengan menggunakan rasio likuiditas, seperti rasio lancar (current ratio) dan rasio cepat (quick ratio).Current ratio mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek dengan aset lancar, sedangkan quick ratio mengukur kemampuan yang sama tanpa memasukkan persediaan dalam perhitungan. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik kemampuan likuiditas perusahaan.2. Forecast Arus KasMembuat forecast arus kas masuk dan keluar dapat membantu mengidentifikasi potensi masalah likuiditas di masa depan.Dengan menganalisis perkiraan arus kas, perusahaan dapat mengidentifikasi periode ketika akan ada kekurangan likuiditas dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasinya.3. Pengujian StresPengujian stres melibatkan menguji sejauh mana perusahaan dapat bertahan dalam skenario yang ekstrim.Ini melibatkan simulasi situasi darurat, seperti penurunan drastis dalam penjualan atau peningkatan tiba-tiba dalam biaya operasional, untuk melihat bagaimana perusahaan akan menghadapinya dari segi likuiditas.4. Analisis Rasio UtangMelihat rasio keuangan lainnya, seperti rasio utang terhadap ekuitas, rasio utang jangka pendek terhadap utang jangka panjang, dan rasio bunga yang harus dibayar terhadap laba bersih, dapat memberikan gambaran tentang risiko likuiditas.Rasio-rasio ini membantu mengukur tingkat ketergantungan perusahaan pada utang dan kemampuan mereka untuk membayar utangnya.Baca Juga: Debt to Equity Ratio: Pengertian, Rumus, dan Perhitungannya5. Melihat Kondisi PasarMemantau pasar keuangan dan berita ekonomi dapat membantu mengidentifikasi potensi risiko likuiditas yang berkaitan dengan perubahan ekonomi global atau perubahan dalam kondisi pasar yang dapat memengaruhi nilai aset dan akses ke dana.Penting untuk dicatat bahwa tidak ada metode tunggal yang sempurna untuk mengukur risiko likuiditas, dan kombinasi beberapa metode di atas seringkali lebih efektif.Selain itu, perusahaan perlu secara teratur memantau dan memperbarui analisis risiko likuiditas mereka karena kondisi bisnis dan ekonomi selalu berubah.Dengan melakukan ini, perusahaan dapat mengambil tindakan proaktif untuk mengelola risiko likuiditas mereka dan menjaga stabilitas keuangan.Cara Mengatasi Risiko LikuiditasUntuk mengelola risiko likuiditas, perusahaan biasanya mengadopsi strategi yang melibatkan perencanaan kas yang baik, diversifikasi sumber pendanaan, dan penggunaan instrumen keuangan seperti garansi bank atau fasilitas kredit yang dapat digunakan dalam situasi darurat.Manajemen risiko likuiditas yang baik dapat membantu perusahaan menjaga stabilitas keuangan mereka dan menghindari potensi kesulitan finansial yang serius.Beberapa contoh strategi dan taktik yang dapat lakukan mencakup: Perencanaan kas yang baik, seperti membuat anggaran kas yang rinci, menjaga saldo kas minimal untuk kewajiban jangka pendek, dan memprioritaskan pengeluaran yang harus terpenuhi dalam situasi darurat. Divertifikasi sumber pendanaan, menggunakan berbagai sumber pendanaan, seperti pinjaman bank, modal saham, dan surat berharga, sehingga tidak terlalu bergantung pada satu sumber pendanaan. Manajemen aset. Contohnya seperti memantau secara aktif kinerja aset untuk penggunaan optimal dan melakukan analisis portofolio investasi untuk memastikan bahwa investasi perusahaan konsisten. Manajemen stok barang, melakukan pengendalian persediaan juga penting dalam meminimalisir risiko likuiditas. Melalui pengoptimalan persediaan, modal yang seharusnya tersedia dapat berguna untuk kebutuhan lain. Pengendalian utang, dapat dilakukan secara bijak dengan menilai tingkat utang yang dapat ditanggung dan menghindari utang yang berlebihan dan melakukan pemantauan jadwal pembayaran utang demi memastikan bahwa perusahaan memiliki cukup uang tunai untuk membayarnya. Monitoring dan pelaporan rutin secara berkala dan menghasilkan laporan keuangan yang akurat. Berkonsultasi dengan konsultan keuangan untuk membantu dalam mengidentifikasi dan mengelola risiko likuiditas serta menyusun strategi dan taktik ini harus disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik khusus perusahaan serta mengikuti peraturan keuangan yang berlaku. Baca Juga: 13 Cara Mengelola Utang Perusahaan, Dijamin Efektif!KesimpulanItulah penjelasan secara lengkap mengenai apa itu risiko likuiditas, apa penyebab, cara mengukur, dan tips mengatasinya.Pada dasarnya, risiko likuiditas dapat mengakibatkan perusahaan harus menjual aset dengan cepat atau mengambil utang dengan bunga tinggi, yang berpotensi merugikan kinerja keuangan jangka panjang.Oleh karena itu, perusahaan dapat menjalankan perencanaan preventif atau mitigasi mulai dari melakukan divertifikasi sumber pendanaan, manajemen aset dan persediaan, pengendalian utang dengan bijak, dan merencanakan kas yang rinci dan akurat.Perencanaan ini akan semakin efektif jika dapat berkonsultasi dengan konsultan keuangan terlebih dahulu, serta menunjang pekerjaan dengan aplikasi akuntansi agar dapat berjalan lebih efektif.Mekari Jurnal sudah menerapkan sistem akuntansi yang terautomasi sehingga memudahkan berbagai pekerjaan dalam bidang akuntansi dan keuangan bisnis. Melalui software akuntansi ini, Anda dapat mencatat pembukuan secara lebih rinci, memantau arus kas secara berkala, dan membuat laporan keuangan secara lebih akurat dan cepat.Jika Anda tertarik, segera daftarkan perusahaan Anda sekarang atau berkonsultasi dengan tim ahli kami di sini. Dapatkan sesi free trials untuk merasakan fitur unggulan Mekari Jurnal secara gratis!Baik, Saya Mau Coba Gratis Mekari Jurnal Sekarang!atauKonsultasi dengan Sales Mekari Jurnal Sekarang!