Ketahui Jenis-Jenis Cek dan Cara Penggunaannya Cek (cheque) adalah surat atau warkat (dokumen) yang berisi perintah tak bersyarat dari nasabah bank agar bank tersebut membayarkan sejumlah uang yang tertera pada surat itu kepada orang atau pembawanya. Dengan demikian, cek merupakan salah satu surat berharga yang memiliki fungsi sebagai alat tukar seperti uang. Untuk membuat cek, terlebih dahulu pihak nasabah harus membuka rekening giro pada bank yang bersangkutan. Berikut dasar hukum, jenis, syarat dan format cek yang harus Anda ketahui akan dibahas dengan lengkap oleh Mekari Jurnal. Apa Itu Pengertian Cek? Cek merupakan surat berharga yang diterbitkan oleh pemegang rekening atau yang biasa disebut sebagai penarik cek (drawer), dan berfungsi sebagai perintah kepada bank (drawee) untuk membayarkan sejumlah dana tertentu kepada penerima cek (payee) yang namanya tercantum di dalam cek tersebut. Instrumen ini termasuk dalam kategori alat pembayaran non-tunai, dan penggunaannya umum ditemui dalam aktivitas ekonomi perusahaan, lembaga keuangan, hingga individu yang melakukan transaksi dalam jumlah besar. Cek tidak hanya berperan sebagai alat pembayaran, tetapi juga menjadi dokumen hukum yang dapat digunakan sebagai bukti dalam transaksi. Sifat utama dari cek adalah mengandung perintah yang tidak bersyarat, artinya bank wajib membayar apabila dana tersedia dan persyaratan formal terpenuhi. Cek memiliki masa berlaku, di Indonesia umumnya selama 70 hari kalender sejak tanggal penarikan. Setelah melewati tenggat waktu tersebut, cek dianggap kedaluwarsa dan tidak dapat dicairkan, meskipun tidak selalu berarti tidak sah. Karakteristik dan Pihak yang Terlibat dalam Transaksi Cek Cek sebagai instrumen keuangan memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari dokumen pembayaran lainnya. Beberapa ciri penting yang wajib dimiliki oleh sebuah cek meliputi: Dokumen tertulis: Cek harus dituangkan secara tertulis dan mengikuti format baku yang diatur oleh perbankan dan hukum perdata. Perintah tanpa syarat: Isinya harus berupa perintah langsung kepada bank untuk membayar, tanpa ketentuan tambahan. Ditetapkan oleh pemilik rekening: Hanya pihak yang memiliki otorisasi dalam rekening bank yang dapat menerbitkan cek. Masa berlaku terbatas: Umumnya 70 hari sejak tanggal penerbitan, bergantung pada ketentuan hukum dan peraturan bank yang berlaku. Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi cek mencakup: Penarik (Drawer): Pihak yang mengeluarkan cek. Biasanya adalah individu atau perusahaan pemilik rekening giro. Tertarik (Drawee): Bank yang disebutkan dalam cek dan memiliki kewajiban membayar sesuai perintah penarik. Penerima (Payee): Pihak yang berhak menerima pembayaran dari cek. Bisa perorangan, perusahaan, atau pihak lain yang sah. Ketiga pihak ini memiliki peran penting dalam memastikan proses pencairan cek berjalan lancar dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Isi Wajib dalam Dokumen Cek Agar sebuah cek dapat dinyatakan sah dan dapat digunakan untuk transaksi, terdapat sejumlah elemen yang wajib dicantumkan dalam dokumen tersebut. Adapun isi wajib tersebut mencakup: Kata “Cek”: Harus tertulis dengan jelas, biasanya tercetak pada bagian atas atau tengah dokumen. Perintah membayar tanpa syarat: Harus menunjukkan bahwa bank wajib membayar dana tertentu kepada pihak penerima. Nama bank: Institusi keuangan yang akan memproses dan mencairkan dana. Nama penerima pembayaran: Bisa berupa nama orang, perusahaan, atau “atas unjuk” bila tidak menyebutkan nama secara spesifik. Tanggal dan tempat penerbitan: Menentukan masa berlaku dan lokasi hukum yang berlaku. Jumlah dana: Tertulis dalam angka dan huruf untuk menghindari kesalahan. Tanda tangan penarik: Harus sesuai dengan spesimen tanda tangan di bank agar dianggap valid. Ketidaklengkapan pada salah satu unsur ini bisa menyebabkan cek ditolak oleh bank, meskipun berasal dari rekening aktif dengan saldo cukup. Baca Juga: 12 Cara dan Alat Pembayaran Internasional dalam Perdagangan Dasar Hukum Pengaturan Cek Dasar hukum pengaturan cek diatur dalam Pasal 178 sampai dengan 229 KUH Dagang. Di samping itu, ada tambahan penjelasan yang dimuat dalam Surat Edaran Bank Indonesia. Dalam Pasal 178 KUH Dagang, di mana suatu cek harus memenuhi syarat formal sebagai berikut: Nama ‘Cek’ harus termuat dalam teks. Perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu. Nama pihak yang harus membayar (tertarik). Penunjukan tempat di mana pembayaran harus dilakukan. Pernyataan tanggal beserta tempat Cek ditarik. Tanda tangan orang yang mengeluarkan Cek (penarik). Manfaatkan aplikasi Mekari Jurnal untuk mengelola transaksi dan pembayaran dari klien yang juga terintegrasi dengan laporan keuangan Anda. Buktikan dengan coba gratis Mekari Jurnal sekarang! Jenis-Jenis Cek yang Berlaku di Indonesia Cek merupakan salah satu alat pembayaran non-tunai yang masih banyak digunakan dalam dunia bisnis dan transaksi keuangan, terutama untuk pembayaran dalam jumlah besar. Di tengah kemajuan teknologi pembayaran digital, penggunaan cek tetap relevan karena fungsinya yang sah secara hukum dan kemampuannya memberikan jejak audit yang jelas. Namun, untuk dapat menggunakan cek secara optimal, seseorang harus memahami jenis-jenis cek yang berlaku di Indonesia, beserta karakteristik dan penggunaannya dalam konteks hukum dan praktik keuangan. Berikut adalah pembahasan lengkap mengenai jenis-jenis cek yang umum digunakan di Indonesia. 1. Cek Atas Nama: Instrumen Pembayaran yang Ditujukan secara Spesifik Cek atas nama adalah jenis cek yang ditujukan untuk dibayarkan kepada individu atau entitas hukum yang secara spesifik disebutkan di dalam cek tersebut. Artinya, hanya pihak yang namanya tertulis secara jelas dalam cek yang berhak mencairkan dana sesuai nominal yang tertera. Misalnya, jika pada cek tertulis “Bayarlah kepada: Tn. Budiman sebesar Rp4.000.000,-“, maka hanya Tn. Budiman yang memiliki hak untuk mencairkan cek tersebut. Salah satu syarat penting dari cek atas nama adalah pencoretan frasa “atau pembawa” di belakang nama penerima. Jika frasa ini tidak dicoret, maka secara hukum cek tersebut akan dianggap sebagai cek atas unjuk. Oleh karena itu, penting bagi penerbit cek untuk secara tegas menghapus kata “atau pembawa” agar tidak menimbulkan ambiguitas hukum. Penggunaan cek atas nama sangat umum dalam transaksi yang memerlukan identifikasi dan kontrol yang ketat, seperti pembayaran gaji, pembayaran kontrak jasa profesional, atau pembelian aset bernilai tinggi. Dalam hal ini, cek atas nama membantu meminimalisasi risiko penipuan karena pihak bank akan mencocokkan identitas pihak yang mencairkan cek dengan nama yang tercantum. Namun demikian, penerima cek atas nama tetap harus berhati-hati agar dokumen tidak hilang atau dicuri. Meskipun tidak mudah dicairkan oleh pihak lain, hilangnya cek tetap dapat menyebabkan keterlambatan pembayaran atau sengketa administratif. 2. Cek Atas Unjuk: Alat Pembayaran yang Lebih Fleksibel Berbeda dari cek atas nama, cek atas unjuk (bearer cheque) adalah jenis cek yang tidak mencantumkan nama penerima tertentu. Artinya, siapa pun yang membawa cek ini ke bank dapat mencairkan dana yang tercantum, tanpa perlu menunjukkan identitas atau bukti kepemilikan khusus. Cek ini sangat fleksibel dan sering digunakan dalam transaksi yang bersifat cepat atau informal. Secara praktis, cek atas unjuk mirip dengan uang tunai karena dapat dipindahtangankan dengan mudah. Misalnya, jika seorang pengusaha menerima cek atas unjuk sebagai pembayaran, ia bisa saja langsung memberikannya kepada pemasoknya tanpa mencairkannya terlebih dahulu, sehingga fungsi likuiditas cek meningkat. Namun, fleksibilitas ini juga memiliki risiko tinggi. Jika cek hilang atau jatuh ke tangan yang salah, siapa pun dapat mencairkannya tanpa perlu otorisasi. Oleh karena itu, cek atas unjuk harus disimpan dengan sangat hati-hati dan sebaiknya hanya digunakan dalam situasi yang benar-benar membutuhkan keluwesan. Dalam konteks perbankan, bank memiliki kewajiban untuk mencairkan cek atas unjuk kepada siapa pun yang membawanya, selama dokumen tersebut sah dan tidak melewati masa berlakunya. Meskipun demikian, penerbit cek tetap bertanggung jawab atas pencairan tersebut, sehingga penting untuk selalu mencatat nomor cek, tanggal penerbitan, dan penerima yang dimaksud. 3. Cek Silang: Mekanisme Pengamanan Melalui Pemindahbukuan Cek silang atau cross cheque adalah cek yang memiliki dua garis sejajar di pojok kiri atas atau di bagian tengah badan cek. Garis silang ini bukan sekadar simbol, melainkan memiliki makna penting bahwa cek tersebut hanya dapat dicairkan melalui proses pemindahbukuan ke rekening bank penerima. Artinya, cek ini tidak dapat diuangkan secara tunai. Tujuan utama dari cek silang adalah untuk meningkatkan keamanan transaksi dan mencegah penyalahgunaan, karena proses pencairannya mengharuskan keberadaan rekening bank penerima. Cek ini umum digunakan dalam transaksi antar perusahaan, pembayaran vendor, dan pembayaran penggajian karyawan melalui payroll system. Selain itu, cek silang memberikan keuntungan administratif karena dapat langsung tercatat dalam sistem perbankan. Perusahaan dapat melacak arus keluar kas secara transparan dan menghindari risiko kehilangan fisik uang. Bagi pihak bank, cek silang juga mempermudah proses verifikasi karena identitas penerima tercatat secara elektronik. Namun, penggunaan cek silang juga membutuhkan pemahaman teknis yang baik. Cek silang tidak bisa dipindahtangankan secara sembarangan karena hanya dapat dicairkan oleh pihak yang memiliki rekening sesuai dengan nama pada cek tersebut. Oleh karena itu, pengusaha atau pihak keuangan perusahaan perlu memastikan bahwa penerima memiliki rekening aktif sebelum mengeluarkan cek jenis ini. 4. Cek Mundur: Strategi Pembayaran untuk Penjadwalan Dana Cek mundur (post-dated cheque) adalah cek yang memiliki tanggal pencairan di masa depan, biasanya diterbitkan sebagai bagian dari kesepakatan bisnis untuk pembayaran tertunda. Misalnya, seseorang menerima cek pada tanggal 1 Juni, tetapi tanggal pada cek tertulis 10 Juni. Maka cek baru dapat dicairkan pada atau setelah tanggal 10 Juni, meskipun dokumen fisik sudah dipegang sebelumnya. Penggunaan cek mundur lazim dalam transaksi kredit, pembelian secara cicilan, atau pembayaran kontrak kerja sama jangka pendek. Dalam konteks ini, penerbit cek memberikan kepastian pembayaran di masa depan sembari menunggu ketersediaan dana atau pencairan dari pihak ketiga. Meskipun secara hukum cek mundur sah, perlu dicatat bahwa bank tidak akan memproses pencairan sebelum tanggal yang tertulis pada cek. Oleh karena itu, penerima harus memastikan untuk menyimpan cek dengan baik dan mencairkannya tepat waktu. Jika dicairkan terlalu cepat, bank akan menolak transaksi, dan jika dicairkan terlalu lama, masa berlaku cek bisa habis. Dalam praktiknya, cek mundur juga digunakan untuk mengatur arus kas perusahaan, menghindari overdraft, atau menyusun strategi pembayaran vendor. Namun, risiko tetap ada, terutama jika penerbit cek gagal menyediakan dana pada tanggal yang dijanjikan. Maka dari itu, penggunaan cek mundur harus disertai kesepakatan yang jelas dan tertulis. 5. Cek Kosong: Risiko Hukum dan Etika dalam Transaksi Keuangan Cek kosong adalah jenis cek yang diterbitkan oleh penarik, tetapi dana yang tersedia di rekening tidak mencukupi untuk menutupi nilai yang tercantum dalam cek. Contohnya, jika seseorang menerbitkan cek senilai Rp60 juta tetapi saldo di rekening hanya Rp50 juta, maka kekurangan Rp10 juta menyebabkan cek tersebut dianggap kosong. Cek kosong merupakan pelanggaran hukum dan dapat dikenai sanksi pidana di Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan KUHD mengatur bahwa penerbitan cek tanpa dana cukup merupakan bentuk penipuan dan dapat dikenakan hukuman penjara atau denda. Dari sisi bisnis, cek kosong sangat merusak reputasi perusahaan atau individu. Jika perusahaan sering mengeluarkan cek kosong, kepercayaan dari mitra bisnis, pemasok, atau karyawan dapat runtuh. Selain itu, bank juga bisa mengambil tindakan administratif seperti pemblokiran rekening atau pembatasan layanan perbankan. Penting bagi siapa pun yang menggunakan cek sebagai alat pembayaran untuk memastikan bahwa dana yang tersedia mencukupi sebelum cek diserahkan kepada penerima. Untuk mencegah kejadian ini, perusahaan disarankan untuk memiliki sistem kontrol keuangan yang baik, seperti rekonsiliasi bank secara berkala dan verifikasi internal sebelum menerbitkan cek. Baca juga : Apa itu Rekonsiliasi Bank? Kenali Fungsi dan Istilahnya! Syarat dan Format Penggunaan Cek Bank Indonesia telah menetapkan aturan normatif yang berlaku terkait penggunaan instrumen pembayaran ini. Syarat ini berlaku bagi pengguna cek untuk mengontrol peredaran cek serta mencegah adanya cek kosong. Di bawah ini adalah beberapa syarat formal dan cara penulisan cek: Cek harus secara eksplisit ditulis dalam lembaran cek; Cek adalah perintah pembayaran tidak bersyarat untuk membayar sejumlah dana atau uang; Nama pihak yang membayar nominal tertera dalam cek; Tempat pembayaran cek dapat dan harus dilakukan; Penulisan waktu, tanggal, dan lokasi penarikan atau pencairan cek; dan Tanda tangan basah pihak yang mengeluarkan atau memberikan cek. Lalu, bagaimana jika cek tidak menuliskan tempat pembayaran? Meski Bank Indonesia telah menentukan secara spesifik mengenai penggunaan cek, ternyata masih banyak orang yang mengabaikan penulisan tempat pembayaran cek. Bagaimana jika hal ini terjadi dan ditemukan? Di bawah ini adalah beberapa ketentuan menurut Bank Indonesia. Jika cek tidak memuat lokasi di mana pembayaran dapat dilakukan, Anda dapat mengecek tempat yang ditulis di samping nama penarik, ini akan dianggap sebagai lokasi pembayaran; Jika tertulis beberapa tempat pencairan, maka pencairan harus dilakukan di tempat yang ditulis pada urutan pertama; dan Jika cek tidak memuat sama sekali keterangan tempat di mana cek dapat dicairkan, makan pembayaran atau pencairan dilakukan di kantor pusat bank tertarik. Baca Juga: Kesalahan dalam Proses Rekonsiliasi dan Cara Mengatasinya Kelebihan dan Kekurangan Cek Dalam sistem keuangan modern, alat pembayaran non-tunai telah menjadi alternatif yang semakin penting untuk menjawab kebutuhan transaksi yang aman dan efisien. Salah satu instrumen yang masih banyak digunakan hingga kini, terutama di kalangan korporasi dan lembaga keuangan, adalah cek. Walaupun penggunaannya mengalami penurunan akibat kemajuan teknologi digital dan perbankan elektronik, cek tetap menjadi alat transaksi yang relevan dalam kondisi dan konteks tertentu. Artikel ini akan membahas secara mendalam kelebihan dan kekurangan cek dari berbagai sudut pandang—keamanan, efisiensi, hingga risikonya dalam praktik bisnis dan keuangan. Kelebihan Cek: Alat Pembayaran yang Tetap Relevan dalam Transaksi Besar 1. Aman untuk Transaksi Bernilai Besar Salah satu keunggulan utama cek adalah kemampuannya menjadi media transaksi untuk pembayaran dalam jumlah besar tanpa harus membawa uang tunai secara fisik. Hal ini sangat penting dalam dunia bisnis, terutama ketika transaksi melibatkan pembayaran ratusan juta hingga miliaran rupiah. Menggunakan uang tunai dalam jumlah besar tidak hanya tidak efisien, tetapi juga berisiko tinggi dari sisi keamanan fisik. Penggunaan cek mengeliminasi kebutuhan membawa uang tunai, sehingga meminimalisasi risiko pencurian atau kehilangan dalam proses pembayaran. Lebih dari itu, cek juga memberikan rasa aman kepada pihak penerima. Dengan menggunakan cek dari institusi keuangan terpercaya, penerima yakin bahwa dana yang dijanjikan dapat dicairkan sesuai ketentuan. Asalkan tidak termasuk cek kosong, risiko gagal bayar dapat diminimalisasi karena bank akan menolak pencairan bila saldo tidak mencukupi. Dalam banyak kasus, perusahaan besar hanya menerima pembayaran dalam bentuk cek atau transfer bank demi alasan keamanan dan akuntabilitas. 2. Jejak Transaksi Jelas dan Transparan Cek sebagai alat pembayaran juga menawarkan keunggulan dari sisi dokumentasi dan pencatatan keuangan. Setiap kali sebuah cek diterbitkan, digunakan, dan dicairkan, terdapat jejak administratif yang dapat ditelusuri. Bank akan menyimpan catatan atas transaksi tersebut, dan data ini sangat berguna bagi keperluan audit internal maupun eksternal. Hal ini menjadi sangat penting dalam konteks bisnis yang membutuhkan sistem akuntansi yang rapi dan legal. Dokumen cek yang telah dicairkan dapat digunakan sebagai lampiran dalam laporan keuangan, bukti pembayaran kepada vendor, serta bukti pencatatan dalam pembukuan akrual. Tidak hanya itu, perusahaan juga dapat memantau arus kas keluar secara rinci berdasarkan waktu penerbitan dan pencairan cek. Dengan demikian, cek memberikan kontrol yang baik atas keuangan organisasi. Ini juga membantu dalam memastikan bahwa setiap transaksi didasarkan pada dokumen sah yang dapat diverifikasi kapan pun diperlukan oleh auditor atau lembaga pengawas keuangan. 3. Alat Bukti Sah di Pengadilan Dalam aspek legalitas, cek memiliki kekuatan sebagai alat bukti yang diakui secara hukum. Jika terjadi sengketa pembayaran antara dua pihak, cek yang telah diterbitkan dapat diajukan sebagai bukti dalam proses litigasi. Misalnya, jika penerbit cek tidak memiliki saldo cukup namun tetap menyerahkan cek sebagai alat pembayaran, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai penipuan atau pelanggaran hukum, tergantung yurisdiksi yang berlaku. Penggunaan cek dalam transaksi bisnis menambah lapisan perlindungan hukum bagi penerima pembayaran. Di Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) memberikan legitimasi atas penggunaan cek. Dengan dokumen tertulis yang mencantumkan nama penarik, nominal, dan tanggal pencairan, cek dianggap sebagai dokumen legal yang memiliki kekuatan pembuktian. Dalam dunia usaha, hal ini penting sebagai antisipasi terhadap risiko gagal bayar atau wanprestasi. Tidak heran banyak perusahaan, terutama di sektor B2B, masih mempertahankan penggunaan cek dalam transaksi bernilai besar yang memerlukan landasan hukum kuat. Kekurangan Cek: Risiko dan Keterbatasan dalam Era Digital 1. Proses Pencairan Tidak Instan Salah satu kelemahan mendasar dari penggunaan cek adalah keterlambatan dalam proses pencairan. Tidak seperti transfer bank yang dapat diselesaikan dalam hitungan detik melalui sistem real-time, cek membutuhkan waktu verifikasi yang bervariasi tergantung pada prosedur masing-masing bank. Proses ini mencakup validasi dokumen, pengecekan saldo, dan kesesuaian tanda tangan dengan spesimen yang disimpan di bank. Dalam beberapa kasus, pencairan cek bisa memakan waktu hingga beberapa hari kerja. Hal ini bisa menghambat kelancaran arus kas perusahaan, terutama jika dana tersebut dibutuhkan segera untuk membayar kewajiban lain. Di tengah dinamika dunia bisnis modern yang menuntut kecepatan, proses manual yang diperlukan dalam pencairan cek menjadi kendala yang signifikan. Kondisi ini membuat cek menjadi kurang ideal untuk transaksi yang bersifat darurat atau membutuhkan kecepatan. Banyak perusahaan kini mulai mengombinasikan penggunaan cek dengan metode digital banking agar lebih efisien. 2. Rentan terhadap Penyalahgunaan Risiko kehilangan atau pencurian merupakan kelemahan lainnya dari cek. Terutama pada cek atas unjuk, siapa pun yang membawa cek tersebut berpotensi mencairkan dana tanpa perlu menunjukkan identitas. Jika cek hilang atau jatuh ke tangan yang salah, potensi kerugian bisa sangat besar—terutama jika penarik tidak segera mengajukan pemblokiran cek ke pihak bank. Selain itu, ada juga potensi risiko pemalsuan tanda tangan atau pemalsuan dokumen cek itu sendiri. Kejahatan perbankan dan penipuan sering menjadikan cek sebagai sasaran karena celah keamanan pada sistem manual yang tidak seketat sistem digital. Untuk menghindari hal ini, banyak perusahaan kini menerapkan prosedur verifikasi berlapis dan menggunakan fitur keamanan tambahan, seperti cetakan khusus atau barcode pada cek. Namun, tidak semua penerbit atau pengguna cek memiliki kesadaran terhadap pentingnya perlindungan dokumen cek secara fisik maupun administratif. Kecerobohan dalam penyimpanan atau distribusi cek dapat berakibat fatal bagi keamanan keuangan organisasi. 3. Terbatasnya Masa Berlaku Cek memiliki batas waktu pencairan yang ditentukan oleh hukum atau kebijakan perbankan masing-masing negara. Di Indonesia, masa berlaku cek umumnya adalah 70 hari sejak tanggal penerbitan. Jika cek tidak dicairkan dalam kurun waktu tersebut, maka dokumen tersebut dianggap kedaluwarsa dan tidak dapat digunakan lagi, kecuali dilakukan perpanjangan atau penerbitan ulang oleh penarik. Batas waktu ini cukup pendek jika dibandingkan dengan beberapa metode pembayaran lainnya. Penerima cek yang lalai atau lupa mencairkannya dalam waktu yang ditentukan dapat kehilangan hak atas dana tersebut. Dalam konteks perusahaan, hal ini bisa mengacaukan pembukuan serta membuat rekonsiliasi arus kas menjadi tidak akurat. Terdapat pula risiko administratif di mana cek kedaluwarsa masih terdata dalam sistem keuangan perusahaan, yang dapat menimbulkan perbedaan antara saldo kas buku dan saldo kas bank. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk memiliki sistem pengingat dan monitoring atas setiap dokumen cek yang masih beredar. Baca Juga: Pengertian Kas dan Setara Kas dalam Akuntansi 6 Hal yang Harus Diperhatikan dalam Penggunaan Cek untuk Menghindari Penipuan Penggunaan cek pada prinsipnya telah diatur pada aturan bank yang mengeluarkan cek tersebut. Bagi Anda yang ingin menghindari penipuan dan peredaran cek kosong, di bawah ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan: Pemilik rekening giro atau penarik harus menyediakan sejumlah dana yang tertulis pada cek pada saat pencairan atau cek ditunjukkan kepada bank tertarik. Penarik adalah pemilik rekening giro yang diberi kuasa oleh pemilik rekening guna membayar, memindah buku atau mentransfer dana kepada pemegang atau orang yang disebutkan dalam lembaran cek. Bank tertarik di sini adalah bank yang menerima perintah pembayaran oleh pemilik rekening menggunakan lembaran cek atau bilyet. Kedaluwarsa lembaran cek dihitung setelah 6 bulan. Di mana, tanggal ini dihitung sejak tanggal berakhirnya penawaran. Tenggat waktu menunjukkan cek adalah 70 hari sejak waktu atau tanggal penarikan. Jika rekening giro tidak memiliki dana mencukupi, maka cek yang diberikan adalah cek kosong. Coretan yang ada pada setiap lembar cek harus ditandatangani pemilik rekening, tanpa tandatangan cek tidak berlaku. Saat cek ditujukan kepada bank tertarik dan rekening giro tidak memiliki dana yang mencukupi, maka cek disebut sebagai cek kosong. Perbedaan antara nominal angka dan yang ditulis dalam huruf pada setiap lembaran, maka nilai yang akan diacu adalah nominal atau nilai yang tertera ditulis dalam huruf. Dalam dunia usaha, penggunaan cek sebagai alat pembayaran adalah hal yang sangat umum. Biasanya, pembayaran menggunakan cek dilakukan oleh pihak klien atau rekanan bisnis untuk penjualan produk perusahaan secara kredit yang berarti secara tidak langsung akan masuk dalam laporan akun penerimaan kas dari piutang usaha atau sebaliknya, penggunaan cek sebagai alat pembayaran perusahaan kepada rekanan bisnis yang nantinya akan tercatat dalam akun jurnal pengeluaran kas. Dalam penggunaan cek sebagai alat pembayaran dalam bidang bisnis ini, maka pihak bank akan menjadi pihak luar yang akan dilibatkan dalam pencatatan transaksi. Karena adanya keterlibatan ini, maka pihak perusahaaan membutuhkan data rekonsiliasi terhadap pihak bank. Mekari Jurnal adalah software akuntansi online, yang menyediakan satu cara simpel dan praktis bagi perusahaan yang ingin melakukan rekonsiliasi dan mendapatkan laporan tentang semua data keuangan yang terkait dengan bank melalui fitur cash link yang dimilikinya. Mekari Jurnal yang memiliki fitur aplikasi nota juga terkoneksi dengan beberapa bank secara langsung, sehingga bisa menerima data pencatatan transaksi dari pihak bank atas persetujuan perusahaan tanpa harus menunggu laporan. Ingin mencoba kemudahan dalam pembuatan laporan keuangan perusahaan dan rekonsiliasi? Dapatkan semua informasinya website kami.