Jenis Pajak Properti dalam Transaksi dan Kepemilikan Properti Setiap transaksi yang terjadi di bidang bisnis properti akan dikenakan pajak. Terdapat beberapa komponen dalam satu transaksi yang dikenakan pajak jual beli properti, yaitu subjek dan objek pajak. Subjek pajak terdiri dari penjual dan pembeli, sementara objek pajak adalah properti itu sendiri. Penjual atau pemilik bisnis properti dikenakan pajak karena menerima penghasilan berupa uang dari perpindahan hak yang terjadi, sementara pembeli dikenakan pajak karena menerima barang atau menerima hak. Jadi, secara mudah dapat dipahami bahwa saat Anda sebagai pengusaha properti menerima penghasilan, maka Anda harus membayar pajak ke Negara. Begitu juga ketika Anda menerima barang Anda pun diwajibkan membayar pajak ke Negara. Pajak Properti yang Dibebankan Kepada Pengusaha Bisnis Properti Di bawah ini adalah jenis pajak properti yang wajib dibayar oleh pengusaha properti. 1. Pajak Penghasilan (PPh) Final Disebut juga Pajak Penghasilan Sehubungan dengan Pengalihan Hak Atas Tanah & Bangunan adalah pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh bisnis properti selama tahun berjalan. Pembayaran, pemotongan, atau pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Final yang dipotong pihak lain maupun yang disetor sendiri bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh terutang. Akan tetapi merupakan pelunasan PPh terutang atas penghasilan tersebut, sehingga wajib pajak dianggap telah melakukan pelunasan kewajiban pajaknya. Besarnya PPh adalah 2,5% dari Nilai Peralihan/Nilai Transaksi. Contoh: Sebuah rumah tipe 250/200 ditransaksikan dengan harga Rp3 miliar dengan demikian penjual atau pemilik bisnis properti dikenakan PPh final sebesar 2,5% x Rp3 miliar = Rp75 juta. Baca juga: Pengertian Pajak Penjualan Rumah dan Komponennya 2. Pajak Bumi Bangunan (PBB) PBB adalah pajak properti yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya. Besarnya nilai PBB tergantung lokasi, bisa dilihat di Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB). Di mana dalam SPPT tercantum besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan besarnya PBB yang harus dibayar. Di mana pembayaran PBB dilakukan tiap tahun. Contoh: – Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) = 2.049.175.000 – NJOP Tidak Kena Pajak (NJOP TKP) = 15.000.000 – NJOP untuk perhitungan PBB = 2.030.175.000- Maka PBB yang terhutang adalah 0.2% x 2.030.175.000 = 4.060.350 Bisa dilihat bahwa jika memiliki properti dengan nilai NJOP sebesar 2.049.175.000 maka kewajiban membayar pajak bumi dan bangunan atau PBB per-tahun hanyalah Rp4.060.350. Nilai ini tentu sangat kecil jika dibanding nilai objek pajak sesungguhnya. Karena nilai properti sebenarnya pada umumnya lebih tinggi dari NJOP. Baca juga: Pajak Penjualan Tanah: Dasar Hukum dan Perhitungannya Pajak Properti yang Dibebankan Kepada Pembeli Properti Berikut pajak properti yang ditanggung pembeli di Indonesia. 1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) BPHTB dikenakan atas setiap transaksi perolehan hak atas tanah dan bangunan. Termasuk jual beli, hibah, warisan, dan tukar menukar. Besarnya 5% dari nilai transaksi setelah dikurangi NPOPTKP. NPOPTKP (Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak) adalah batas nilai properti yang tidak dikenai BPHTB. Nilainya berbeda-beda tergantung daerah, misalnya Rp80 juta di DKI Jakarta. Contoh: rumah Rp1 miliar, NPOPTKP Rp80 juta, maka BPHTB = 5% × (Rp1.000.000.000 − Rp80.000.000) = Rp46.000.000. BPHTB dibayar sebelum proses AJB di notaris atau PPAT. Baca juga: Jenis Investasi Bisnis Properti 2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PPN berlaku untuk properti baru dari pengembang yang berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP). Tarif PPN sebesar 11% dari harga jual properti dan dibayarkan saat transaksi berlangsung. Properti yang dibeli dari individu (bukan pengembang) umumnya tidak dikenakan PPN. Rumah bekas juga tidak termasuk objek pajak PPN, kecuali dijual oleh developer. Contoh: rumah baru dari developer seharga Rp1 miliar dikenai PPN = 11% × Rp1.000.000.000 = Rp110 juta. PPN biasanya sudah termasuk dalam harga jual jika dijelaskan dalam perjanjian. 3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) PPnBM dikenakan jika properti tergolong barang mewah. Contohnya rumah dengan nilai sangat tinggi atau kategori tertentu yang ditetapkan pemerintah. Tarifnya bervariasi. PPnBM jarang dikenakan pada rumah biasa. Umumnya berlaku pada rumah mewah dengan harga tertentu (misalnya di atas Rp30 miliar), sesuai ketentuan Kemenkeu. Jika terkena, PPnBM ditanggung pembeli dan menjadi tambahan beban pajak selain PPN dan BPHTB. Jumlahnya signifikan, bisa mencapai 20% tergantung jenis properti. 4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) PBB adalah pajak tahunan yang wajib dibayar oleh pemilik properti. Meskipun dibayar setelah kepemilikan, kadang pembeli diminta melunasi tahun berjalan saat transaksi. PBB dihitung berdasarkan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) tanah dan bangunan. Tarifnya progresif, umumnya 0,5% dari selisih NJOP dan NPOPTKP. Misalnya NJOP rumah Rp1 miliar dan NPOPTKP Rp15 juta, maka PBB = 0,5% × (Rp1.000.000.000 − Rp15.000.000) = Rp4.925.000 per tahun. Besaran bisa berubah tergantung daerah. 5. Biaya Balik Nama (BBN) BBN bukan pajak pusat, tapi retribusi daerah yang wajib dibayar saat mengurus sertifikat ke nama pembeli. Besarnya bervariasi antar daerah, bisa sekitar 1–2% dari harga properti. BBN dibayar di Badan Pertanahan Nasional (BPN) saat pengurusan balik nama sertifikat. Biasanya ditangani oleh notaris atau PPAT dan ditagih bersamaan dengan biaya AJB. Contoh: harga rumah Rp1 miliar, BBN 1,5%, maka biaya = Rp15.000.000. BBN wajib dibayar untuk menyelesaikan proses legalitas dan mendapatkan sertifikat resmi atas nama pembeli. Baca juga: Pengertian Usaha Real Estate Kelola Pajak Properti dengan Software Keuangan Mekari Jurnal Sebagai seorang pengusaha properti sekaligus warga negara Indonesia yang baik, kewajiban membayar pajak ini tentunya harus dipenuhi dengan baik. Tapi, urusan pajak properti sering bikin pusing? Kini tak perlu repot hitung manual atau takut salah bayar. Mekari Jurnal hadir dengan fitur akuntansi yang komprehensif untuk memudahkan Anda dalam mengelola keuangan bisnis, seperti pajak dan invoicing. Beberapa fitur Mekari Jurnal diantaranya, invoicing, pelacakan cashflow real-time, dan laporan pajak otomatis. Dengan mempercayakan masalah keuangan pada Jurnal, dapatkan semua kemudahan untuk mengatur keuangan bisnis, menghitung nilai pajak, membuat laporan keuangan, dan melakukan analisis secara cepat dan tepat. Saya Mau Coba Gratis Jurnal Sekarang!