Daftar Isi
13 min read

Financial Leverage: Komponen, Rumus, Contoh Perhitungan

Tayang 22 May 2024
Diperbarui 22 Nov 2024

Financial leverage adalah alat yang ampuh untuk meningkatkan potensi laba dan efisiensi pajak, tetapi juga membawa risiko yang signifikan. Dengan memahami manfaat dan risikonya, perusahaan dapat membuat keputusan strategis yang lebih baik terkait struktur modal dan pengelolaan utang. Penggunaan financial leverage yang bijaksana dapat membantu perusahaan mencapai tujuan keuangan jangka panjang dan memberikan nilai tambah bagi pemegang saham.

Apa Itu Pengertian Financial Leverage?

Financial leverage merujuk pada strategi penggunaan utang (pinjaman) oleh perusahaan untuk mendanai operasi atau investasi dengan tujuan meningkatkan potensi laba bagi pemegang saham. Dalam konsep ini, perusahaan menggunakan dana yang dipinjam untuk memperbesar hasil dari aktivitas operasional atau investasi. Prinsip dasar financial leverage adalah jika pendapatan yang dihasilkan dari investasi melebihi biaya bunga atas utang tersebut, maka pemegang saham dapat menikmati peningkatan laba bersih.

Namun, financial leverage juga memiliki risiko yang signifikan. Jika pendapatan perusahaan tidak cukup untuk menutupi biaya bunga dan pokok utang, hal ini dapat mengarah pada tekanan keuangan yang serius hingga risiko kebangkrutan. Oleh karena itu, financial leverage memerlukan perencanaan dan pengelolaan yang hati-hati agar manfaatnya dapat dimaksimalkan tanpa membahayakan stabilitas perusahaan.

Baca Juga: Komponen, Rumus, Contoh Perhitungan Operating Leverage

Komponen Utama Financial Leverage

1. Utang atau Pinjaman

Utang merupakan inti dari financial leverage. Ini dapat berupa pinjaman dari bank, penerbitan obligasi, atau bentuk pendanaan eksternal lainnya. Utang ini biasanya dilengkapi dengan kewajiban pembayaran bunga sebagai kompensasi bagi pemberi pinjaman. Penggunaan utang memungkinkan perusahaan untuk memiliki akses ke dana dalam jumlah besar tanpa harus mengorbankan ekuitas atau aset yang dimiliki.

2. Ekuitas Pemegang Saham

Ekuitas pemegang saham adalah modal yang berasal dari investasi pemilik atau pemegang saham perusahaan. Dalam konteks financial leverage, ekuitas sering kali dikombinasikan dengan utang untuk mendanai proyek atau ekspansi perusahaan. Proporsi antara utang dan ekuitas ini akan memengaruhi struktur modal perusahaan.

3. Biaya Bunga

Biaya bunga adalah pembayaran tetap yang harus dilakukan oleh perusahaan sebagai imbalan atas penggunaan utang. Dalam banyak kasus, biaya bunga dianggap sebagai beban tetap, yang berarti harus dibayarkan terlepas dari pendapatan perusahaan. Biaya bunga ini juga dapat memberikan manfaat pajak karena dapat dikurangkan dari pendapatan kena pajak.

4. Laba Operasi (EBIT)

EBIT (Earnings Before Interest and Taxes) adalah pendapatan yang dihasilkan dari aktivitas operasional perusahaan sebelum memperhitungkan bunga dan pajak. EBIT sering digunakan sebagai dasar untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban bunga dari utang yang dimiliki.

Rumus Financial Leverage dan Contoh Perhitungan

Financial leverage dapat diukur menggunakan Degree of Financial Leverage (DFL), yang mencerminkan sensitivitas laba bersih perusahaan terhadap perubahan laba operasi (EBIT). Rumus DFL adalah sebagai berikut:

DFL = EBIT/(EBIT−Biaya Bunga)

Contoh Perhitungan: Misalkan sebuah perusahaan memiliki data berikut:

  • EBIT: Rp 500 juta
  • Biaya Bunga: Rp 100 juta

Langkah perhitungan:

DFL = 500/(500−100) = 500/400 =1.25

Interpretasi: Dengan DFL sebesar 1,25, artinya jika EBIT meningkat sebesar 10%, laba bersih perusahaan akan meningkat sebesar 12,5%. Hal ini menunjukkan bagaimana financial leverage dapat memperbesar potensi keuntungan, tetapi juga meningkatkan risiko kerugian jika EBIT menurun.

Baca Juga: Rasio Leverages - Operating Leverage Vs Financial Leverage

Manfaat Financial Leverage

1. Meningkatkan Potensi Laba

Financial leverage memungkinkan perusahaan untuk memperbesar skala operasional atau investasi tanpa harus menambah modal sendiri. Dengan memanfaatkan dana pinjaman, perusahaan dapat mengejar peluang bisnis yang lebih besar dan menghasilkan laba yang lebih tinggi. Ketika pendapatan dari investasi lebih besar daripada biaya bunga, hasil akhirnya adalah peningkatan pengembalian bagi pemegang saham.

2. Efisiensi Pajak

Salah satu keuntungan signifikan dari financial leverage adalah efisiensi pajak. Biaya bunga atas utang dapat dikurangkan dari pendapatan kena pajak, sehingga mengurangi beban pajak perusahaan. Dalam jangka panjang, ini dapat memberikan penghematan yang signifikan dan membantu meningkatkan profitabilitas perusahaan.

3. Meningkatkan Return on Equity (ROE)

Ketika perusahaan menggunakan leverage secara efektif, Return on Equity ROE (pengembalian atas ekuitas) dapat meningkat. Hal ini terjadi karena pendapatan yang dihasilkan dari investasi lebih besar daripada biaya bunga. Dengan demikian, pemegang saham dapat menikmati pengembalian yang lebih besar atas investasi mereka.

4. Pendanaan Proyek Besar

Financial leverage memungkinkan perusahaan untuk mendanai proyek-proyek besar yang memerlukan modal signifikan tanpa harus mengorbankan ekuitas atau aset mereka. Ini membuka peluang bagi perusahaan untuk berinovasi, memperluas pangsa pasar, atau memasuki industri baru.

Baca Juga: 13 Cara Mengelola Utang Perusahaan, Dijamin Efektif!

Risiko Financial Leverage

Financial leverage memberikan peluang yang besar bagi perusahaan untuk meningkatkan potensi laba dengan memanfaatkan utang sebagai sumber pendanaan. Namun, strategi ini juga membawa risiko yang tidak dapat diabaikan. Berikut adalah beberapa risiko utama yang terkait dengan penggunaan financial leverage:

1. Tekanan Likuiditas

Salah satu risiko terbesar dalam financial leverage adalah tekanan likuiditas yang muncul karena perusahaan harus membayar bunga dan pokok utang sesuai jadwal, tanpa memandang kondisi keuangan perusahaan. Jika pendapatan perusahaan tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban pembayaran tersebut, maka perusahaan akan menghadapi masalah likuiditas.

Misalnya, jika perusahaan mengalami penurunan penjualan akibat faktor ekonomi atau pasar, arus kas perusahaan bisa terganggu. Meskipun pendapatan menurun, kewajiban membayar bunga utang tetap ada. Dalam situasi seperti ini, perusahaan mungkin terpaksa mencari sumber pendanaan tambahan atau menggunakan dana cadangan untuk memenuhi kewajibannya. Jika tidak ada solusi yang cepat, tekanan likuiditas ini dapat berkembang menjadi masalah keuangan yang lebih serius.

Ketika perusahaan menghadapi tekanan likuiditas, dampaknya tidak hanya terbatas pada masalah keuangan internal. Reputasi perusahaan juga dapat terpengaruh, terutama jika gagal memenuhi kewajibannya kepada kreditur atau pemegang obligasi. Situasi ini dapat memperburuk hubungan dengan mitra bisnis dan mengurangi kepercayaan pasar terhadap perusahaan.

2. Risiko Kebangkrutan

Ketergantungan yang berlebihan pada utang meningkatkan risiko kebangkrutan, terutama jika perusahaan gagal membayar bunga atau pokok utangnya. Dalam konteks financial leverage, risiko kebangkrutan menjadi lebih besar karena biaya bunga merupakan kewajiban tetap yang harus dibayar, terlepas dari kondisi pendapatan perusahaan.

Kegagalan untuk memenuhi kewajiban utang dapat menyebabkan serangkaian konsekuensi negatif, seperti:

  • Penurunan peringkat kredit perusahaan, yang dapat meningkatkan biaya pinjaman di masa depan.
  • Hilangnya kepercayaan dari investor dan pemegang saham, yang dapat mengurangi harga saham perusahaan.
  • Proses likuidasi aset untuk melunasi utang yang tertunda.

Kebangkrutan juga dapat memengaruhi karyawan, pemasok, dan pelanggan perusahaan. Ketika perusahaan tidak dapat beroperasi karena masalah keuangan, karyawan mungkin kehilangan pekerjaan, pemasok kehilangan klien utama, dan pelanggan kehilangan kepercayaan pada produk atau layanan yang ditawarkan.

Oleh karena itu, perusahaan harus sangat berhati-hati dalam mengelola utang dan memastikan bahwa mereka memiliki strategi untuk menghadapi skenario terburuk. Diversifikasi pendapatan, cadangan dana, dan perencanaan keuangan yang matang adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko kebangkrutan akibat leverage.

3. Volatilitas Laba

Financial leverage meningkatkan sensitivitas laba bersih perusahaan terhadap fluktuasi laba operasi (EBIT). Ketika pendapatan perusahaan meningkat, leverage dapat memperbesar keuntungan. Namun, ketika pendapatan menurun, dampaknya pada laba bersih juga lebih besar dibandingkan perusahaan yang tidak menggunakan leverage.

Misalnya, jika laba operasi perusahaan turun 20%, perusahaan dengan leverage tinggi mungkin mengalami penurunan laba bersih hingga 40% atau lebih. Volatilitas ini dapat membuat manajemen keuangan menjadi lebih sulit, karena perusahaan harus mampu mengantisipasi perubahan pendapatan dan memastikan bahwa mereka dapat tetap memenuhi kewajiban keuangan mereka.

Volatilitas laba yang tinggi juga dapat memengaruhi hubungan perusahaan dengan investor. Investor cenderung mencari perusahaan yang stabil dan dapat diandalkan, sehingga fluktuasi laba yang tajam dapat mengurangi daya tarik perusahaan di mata investor. Hal ini pada gilirannya dapat memengaruhi harga saham dan akses perusahaan ke modal di masa depan.

Untuk mengatasi volatilitas laba, perusahaan perlu fokus pada diversifikasi pendapatan dan pengelolaan biaya yang efektif. Dengan cara ini, perusahaan dapat mengurangi dampak fluktuasi pendapatan terhadap laba bersih mereka.

4. Biaya Utang yang Tinggi

Ketika perusahaan menggunakan leverage, mereka bergantung pada utang sebagai sumber pendanaan. Namun, jika kondisi pasar memburuk atau peringkat kredit perusahaan menurun, biaya pinjaman dapat meningkat. Hal ini dapat mengurangi keuntungan yang diperoleh dari leverage dan meningkatkan beban keuangan perusahaan.

Biaya utang yang tinggi tidak hanya memengaruhi profitabilitas perusahaan, tetapi juga dapat mengurangi fleksibilitas keuangan mereka. Ketika perusahaan harus mengalokasikan sebagian besar pendapatannya untuk membayar bunga utang, mereka memiliki lebih sedikit dana yang tersedia untuk investasi atau ekspansi. Ini dapat menghambat pertumbuhan perusahaan dalam jangka panjang.

Selain itu, perusahaan dengan biaya utang yang tinggi mungkin menghadapi kesulitan dalam mendapatkan pendanaan tambahan di masa depan. Kreditur cenderung lebih berhati-hati dalam memberikan pinjaman kepada perusahaan yang sudah memiliki beban utang yang besar dan biaya bunga yang tinggi.

Untuk mengurangi risiko ini, perusahaan harus berusaha menjaga peringkat kredit mereka dan mencari cara untuk menurunkan biaya pinjaman. Negosiasi dengan kreditur, diversifikasi sumber pendanaan, dan penggunaan instrumen keuangan yang lebih murah adalah beberapa strategi yang dapat digunakan untuk mengelola biaya utang.

Baca Juga: Pengertian, Rumus, Contoh, dan Komponen Analisis DuPont

Contoh Financial Leverage

Financial leverage dapat diterapkan dalam berbagai situasi bisnis untuk meningkatkan potensi laba. Berikut adalah dua contoh penerapan financial leverage, yaitu perusahaan dengan leverage tinggi dan perusahaan tanpa leverage:

1. Perusahaan dengan Financial Leverage Tinggi

Misalkan sebuah perusahaan manufaktur meminjam Rp 1 miliar dengan bunga 10% untuk membeli peralatan baru yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan sebesar Rp 200 juta per tahun. Dalam skenario ini, perusahaan menggunakan leverage untuk memperbesar potensi keuntungan. Jika pendapatan dari investasi sesuai rencana, perusahaan dapat menghasilkan laba tambahan setelah membayar biaya bunga.

Namun, risiko leverage tinggi juga harus diperhitungkan. Jika pendapatan turun atau tidak mencapai target, perusahaan tetap harus membayar biaya bunga sebesar Rp 100 juta per tahun. Dalam situasi ini, leverage yang awalnya dimaksudkan untuk meningkatkan laba justru dapat menjadi beban keuangan yang berat.

Leverage tinggi cocok untuk perusahaan yang yakin dengan prospek pertumbuhan pendapatan mereka, tetapi dapat menjadi risiko jika kondisi pasar berubah secara tak terduga.

2. Perusahaan Tanpa Leverage

Sebagai perbandingan, perusahaan lain memutuskan untuk menggunakan modal sendiri untuk melakukan investasi yang sama. Dalam kasus ini, perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk membayar bunga atau pokok utang, sehingga risiko keuangan mereka lebih rendah.

Namun, tanpa leverage, potensi pengembalian bagi pemegang saham juga lebih kecil. Karena perusahaan hanya menggunakan modal sendiri, mereka tidak dapat memperbesar skala operasional atau investasi mereka sebanyak perusahaan yang menggunakan leverage.

Perusahaan tanpa leverage biasanya lebih stabil secara finansial dan memiliki risiko yang lebih rendah. Namun, mereka mungkin kehilangan peluang untuk tumbuh lebih cepat karena keterbatasan modal.

Indikator Financial Leverage

1. Debt-to-Equity Ratio (DER)

Mengukur proporsi utang terhadap ekuitas perusahaan.

Debt-to-Equity Ratio (DER)  = Total Utang/ Total Ekuitas

2. Debt-to-Asset Ratio

Mengukur proporsi total utang terhadap total aset perusahaan.

Debt−to−Asset Ratio = Total Utang/Total Aset

3. Interest Coverage Ratio

Mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar biaya bunga dari laba operasi.

Interest Coverage = EBIT/Biaya Bunga

Baca Juga: Contoh Laporan Perubahan Modal (Ekuitas) Perusahaan

Strategi Pengelolaan Financial Leverage

Pengelolaan financial leverage yang baik adalah kunci untuk memastikan bahwa penggunaan utang dapat meningkatkan nilai perusahaan tanpa membahayakan stabilitas keuangan. Berikut adalah strategi utama yang dapat diterapkan dalam pengelolaan financial leverage, beserta penjelasan dan contoh penerapannya.

1. Menyeimbangkan Utang dan Ekuitas

Dalam pengelolaan financial leverage, salah satu hal terpenting adalah menjaga keseimbangan antara utang dan ekuitas. Ketika perusahaan menggunakan terlalu banyak utang untuk membiayai operasionalnya, risiko keuangan akan meningkat. Di sisi lain, jika perusahaan sepenuhnya mengandalkan ekuitas, mereka mungkin kehilangan peluang untuk memanfaatkan leverage guna meningkatkan laba.

Keseimbangan yang optimal antara utang dan ekuitas membantu perusahaan menjaga fleksibilitas keuangan dan meminimalkan risiko kebangkrutan. Pendekatan ini sering diukur melalui rasio utang terhadap ekuitas (debt-to-equity ratio). Rasio ini menunjukkan seberapa besar perusahaan bergantung pada utang dibandingkan dengan modal yang dimiliki pemegang saham.

Contoh Penerapan: Misalkan sebuah perusahaan teknologi sedang merencanakan ekspansi besar-besaran. Untuk mendanai rencana ini, perusahaan memilih kombinasi antara modal ekuitas dan utang bank. Perusahaan menetapkan rasio utang terhadap ekuitas sebesar 50:50 untuk menjaga keseimbangan. Dengan cara ini, perusahaan dapat memperoleh manfaat leverage tanpa meningkatkan risiko keuangan secara signifikan. Pendekatan ini juga membantu perusahaan mempertahankan kepercayaan investor dan menjaga stabilitas keuangan jangka panjang.

2. Mengelola Risiko

Setiap perusahaan yang menggunakan financial leverage menghadapi risiko volatilitas laba bersih, tekanan likuiditas, dan risiko kebangkrutan. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk menerapkan strategi manajemen risiko yang efektif. Salah satu cara untuk mengelola risiko adalah dengan menggunakan analisis sensitivitas.

Analisis sensitivitas adalah metode yang digunakan untuk mengevaluasi dampak dari berbagai perubahan pendapatan terhadap laba bersih dan stabilitas keuangan. Dengan menganalisis berbagai skenario, seperti penurunan penjualan atau kenaikan suku bunga, perusahaan dapat mengidentifikasi risiko potensial dan merencanakan langkah-langkah mitigasi.

Contoh Penerapan: Sebuah perusahaan manufaktur dengan financial leverage tinggi melakukan analisis sensitivitas untuk mengevaluasi dampak penurunan penjualan sebesar 20% terhadap laba bersih. Hasil analisis menunjukkan bahwa penurunan tersebut akan menyebabkan laba bersih turun hingga 50%, sehingga meningkatkan risiko likuiditas. Berdasarkan analisis ini, perusahaan memutuskan untuk mengurangi penggunaan utang dan meningkatkan cadangan dana darurat sebagai langkah mitigasi risiko.

3. Diversifikasi Sumber Pendanaan

Bergantung pada satu jenis pendanaan dapat meningkatkan risiko keuangan perusahaan, terutama jika kondisi pasar berubah secara mendadak. Untuk mengurangi risiko ini, perusahaan perlu mendiversifikasi sumber pendanaan mereka. Diversifikasi memungkinkan perusahaan untuk memperoleh fleksibilitas yang lebih besar dalam menghadapi perubahan kondisi pasar dan kebutuhan operasional.

Kombinasi berbagai sumber pendanaan, seperti pinjaman bank, penerbitan obligasi, dan modal ekuitas, dapat membantu perusahaan mengurangi risiko keuangan. Selain itu, diversifikasi juga dapat membantu perusahaan memperoleh biaya modal yang lebih rendah.

Contoh Penerapan: Sebuah perusahaan konstruksi besar membutuhkan pendanaan sebesar Rp 1 triliun untuk proyek infrastruktur baru. Daripada bergantung sepenuhnya pada pinjaman bank, perusahaan memilih untuk mendiversifikasi sumber pendanaan mereka. Perusahaan mengalokasikan 40% dari kebutuhan pendanaan melalui pinjaman bank, 30% melalui penerbitan obligasi korporasi, dan 30% sisanya dari ekuitas. Pendekatan ini membantu perusahaan mengurangi ketergantungan pada satu sumber pendanaan dan mengelola risiko keuangan dengan lebih baik.

4. Mengoptimalkan Struktur Modal

Struktur modal yang optimal adalah kombinasi antara utang dan ekuitas yang menghasilkan biaya modal rata-rata terendah (weighted average cost of capital atau WACC). Struktur ini memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan dan daya saingnya di pasar.

Mengoptimalkan struktur modal memerlukan pemahaman yang mendalam tentang karakteristik industri, kondisi pasar, dan strategi perusahaan. Misalnya, perusahaan di industri yang membutuhkan investasi besar dalam aset tetap, seperti manufaktur atau energi, cenderung memiliki struktur modal yang berbeda dibandingkan perusahaan di industri jasa atau teknologi.

Selain itu, perusahaan harus mempertimbangkan tingkat leverage yang sesuai dengan profil risiko mereka. Perusahaan dengan operating leverage tinggi mungkin perlu berhati-hati dalam menggunakan financial leverage untuk menghindari peningkatan risiko secara keseluruhan.

Contoh Penerapan: Sebuah perusahaan penerbangan melakukan analisis struktur modal untuk menentukan kombinasi utang dan ekuitas yang optimal. Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan rasio utang terhadap ekuitas sebesar 60:40, perusahaan dapat mencapai WACC terendah sebesar 8%. Berdasarkan temuan ini, perusahaan memutuskan untuk meningkatkan leverage mereka dengan menerbitkan obligasi baru, yang akan digunakan untuk mendanai pembelian pesawat baru. Pendekatan ini membantu perusahaan mengurangi biaya modal dan meningkatkan daya saing mereka di pasar.

Kesimpulan

Strategi pengelolaan financial leverage yang efektif adalah kunci untuk memastikan bahwa penggunaan utang dapat meningkatkan nilai perusahaan tanpa membahayakan stabilitas keuangan. Dengan menyeimbangkan utang dan ekuitas, mengelola risiko, mendiversifikasi sumber pendanaan, dan mengoptimalkan struktur modal, perusahaan dapat memanfaatkan financial leverage secara strategis untuk mencapai tujuan bisnis mereka.

Namun, penting untuk diingat bahwa financial leverage juga membawa risiko yang signifikan. Oleh karena itu, perusahaan harus selalu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap strategi leverage mereka dan mempertimbangkan kondisi pasar serta karakteristik industri. Dengan pendekatan yang hati-hati dan terencana, financial leverage dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk mendorong pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan.

Kelola Keuangan Bisnis Lebih Akurat dengan Mekari Jurnal!

Monitor finansial bisnis dan dapatkan insight berharga lewat mekari jurnal!

Konsultasi Gratis

 

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Jurnal
Kelola Keuangan Bisnis Lebih Akurat dengan Mekari Jurnal!

Monitor finansial bisnis dan dapatkan insight berharga lewat mekari jurnal!

Konsultasi Gratis

 

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Jurnal
WhatsApp Hubungi Kami