Fakta & Solusi yang Bisa Pebisnis Lakukan untuk Hadapi Turunnya Nilai Rupiah

Tayang
Di tulis oleh: Novia Widya Utami Novia Widya Utami

Highlights
  • Ada banyak faktor penyebab melemahnya nilai kurs Rupiah, di antaranya seperti kebijakan global, geolopolitik yang sedang memanas, dan kebijakan internal bank sentral
  • Untuk menghadapinya, pemerintah mengambil solusi dengan mengintervensi pasar valas, mempertahankan suku bunga, dan membatasi impor konsumsi
  • Perusahaan dapat menghadapi Rupiah melemah dengan mengurangi ketergantungan pada Dollar AS dan memanfaatkan kebijakan OJK
  • Pengusaha juga dapat menjaga stabilitas finansial di kondisi kurs yang melemah dengan pembukuan yang rapi dan pelaporan keuangan yang akurat, melalui software akuntansi Mekari Jurnal

Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami tekanan yang cukup banyak pada akhir-akhir ini, yang mendorong perusahaan dan pegiat bisnis untuk terus mengawasi pergerakan indeks Dollar ke Rupiah.

Terhitung pada Jumat, 15 Agustus 2025 nilai tukar kurs Rupiah ditutup menjadi Rp16.168 dari sebelumnya berada di Rp16.115.

Banyak yang beranggapan bahwa nilai Rupiah yang mengalami tekanan ini mengingatkan dengan krisis moneter di Tahun 1998.

Banyak sentimen ekonomi yang memengaruhi pergerakan mata uang, yang tidak saja diakibatkan dari kebijakan global namun juga kebijakan dalam negeri.

Misalkan saja, yang terbaru ini kurs nilai Rupiah menurun akibat pengaruh dari sentimen The Fed (rebound dollar) yang menaikkan suku bunga yang membuat aset berbasis Dollar menguat dan Rupiah melemah.

Di sisi lain, penurunan bunga acuan oleh BI menjadi sinyal negatif bagi investor, di mana walaupun bertujuan untuk mendorong sektor ekonomi, namun malah menurunkan minat terhadap Rupiah.

Lalu, melihat dari sensitivitas kebijakan terhadap nilai kurs Rupiah di tahun 2025 ini, apa yang harus para pebisnis lakukan untuk menghadapinya?

Simak selengkapnya dalam artikel dari Mekari Jurnal berikut ini.

Terlemah Sejak Krisis Moneter 1998

Pada Tahun 1998, nilai Rupiah membengkak di angka Rp14.000 setelah sebelumnya berada di posisi Rp2.800 per Dolar Amerika. Istilah krisis moneter atau krismon pun menjadi ucapan populer yang mewakili masa dan kondisi keuangan saat itu.

Saat ini, nilai Rupiah juga mengalami tekanan di angka yang sama, sehingga banyak yang membanding-bandingkannya dengan kondisi krisis yang terjadi 20 tahun silam.

Namun yang harus diketahui, terdapat banyak perbedaaan antara nilai Rupiah yang melemah saat ini dan saat terjadi krisis moneter pada Tahun 1998. Contoh mudahnya saja adalah nilai Rupiah yang melemah dengan sangat signifikan. Di Tahun 1998, perubahan Rupiah dari angka Rp2.800 ke Rp14.000 per Dolar Amerika.

Selain itu dapat dilihat juga dari kondisi perekonomian, di mana pada Tahun 1998 harga kebutuhan bahan pokok naik dan inflasi terjadi dengan tidak terkendali.

Bila dilihat dari faktor tersebut, inflasi yang terjadi sekarang berada di kisaran 3 persen yang masih bisa dikendalikan.

Baca Juga: 19 Cara Terbaik Dalam Mengelola Keuangan Bisnis atau Perusahaan

Pengaruh Krisis Global dan Korelasi Rupiah

Seperti yang Anda ketahui, pada 7 April 2025, nilai Rupiah ditutup mencapai posisi terlemah sepanjang sejarah. Nilai tukar mencapai Rp17.261/USD dalam pasar Non-Deliverable Forward (DNF).

Lalu, pada pasar resmi, kurs Rupiah tercatat level terendah sejak krisis Asia 1998 yaitu Rp16.850/USD.

Apa faktor penyebab dari penurunan kurs Rupiah ini?

Salah satu penyebab utamanya adalah terjadinya perang tarif global akibat kebijakan baru AS, di mana Indonesia terpengaruh dengan meningkatnya tarif hingga 32% dan memicu kekhawatiran pasar.

Selain itu, terdapat reaksi dari geopolitik yang semakin memanas di berbagai wilayah internasional, yang berdampak pada terhambatnya investasi dan rantai pasok.

Usaha Pemerintah Menghentikan Rupiah yang Melemah

Lalu bagaimana langkah pemerintah menghentikan nilai Rupiah yang mengalami tekanan seperti sekarang ini?

Bank Indonesia (BI) telah menyiapkan langkah-langkah stabilisasi untuk menahan nilai Rupiah agar tidak terus melemah.

BI berusaha meningkatkan volume intervensi di pasar valas juga meningkatkan kerja sama dengan pemerintah lewat Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Selain itu, kebijakan suku bunga dipertahankan di level 5,75% dan memperbolehkan buyback saham tanpa persetujuan rapat umum.

Tujuannya, untuk memastikan nilai tukar tetap stabil sesuai harapan. Tidak hanya itu, untuk memperkuat perekonomian Indonesia dan mencegah defisit yang sudah terjadi sebesar 3%, pemerintah berencana untuk membatasi impor barang-barang konsumsi, mengurangi impor minyak dan meningkatkan sisi ekspor agar terjadi keseimbangan dalam kegiatan ekspor dan impor.

Baca Juga: 15 Rekomendasi Software Akuntansi Online Terbaik di Indonesia

Bagaimana Cara Pengusaha Menghadapi Nilai Rupiah yang Melemah?

Menurut Benny Soetrisno, ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), saat ini pengusaha lokal, khususnya yang melakukan kegiatan ekspor dan impor memiliki strategi khusus dalam mengatasi menurunnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat.

Beliau mengatakan salah satu caranya adalah tidak lagi menggunakan Dolar Amerika Serikat dalam setiap transaksi ekspor dan impor dengan negara lain, selain AS.

Jadi, misalnya Anda membeli produk atau barang di Eropa, jangan pakai Dolar AS, tapi gunakan mata uang Euro. Dengan cara seperti ini, perlahan-lahan pengusaha dapat mengurangi ketergantungannya terhadap Dolar AS, sehingga efek penguatan Dolar akan sedikit ditekan.

Bukan hanya itu, di tengah perekonomian yang menurun ini, pengusaha juga tertolong dengan adanya kebijakan yang telah dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terutama pada empat kebijakan pada sektor Industri Keuangan Non-Bank (IKNB).

Menurut Benny ketika pengusaha atau debitur memiliki potensi penurunan kreditnya, OJK telah memperbolehkan kreditur melakukan restrukturisasi. Selain itu, OJK juga memiliki kebijakan yang dapat membantu sektor usaha UMKM dengan menurunkan tingkat suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR), dari 22% menjadi hanya 12%.

Itulah beberapa hal yang bisa dilakukan dan mulai diperhatikan pengusaha dalam menghadapi penurunan nilai Rupiah saat ini. Selain itu, sebagai pengusaha, Anda juga tidak boleh melupakan pentingnya pembukuan dan proses akuntansi.

Karena dengan pembukuan, pengusaha dapat mengelola keuangannya dengan baik. Dengan adanya pembukuan, pengusaha juga dapat dengan mudah mengambil keputusan bisnis secara tepat dan cepat.

Oleh karena itu, investasikan bisnis Anda dengan menggunakan Jurnal sebagai solusi pembukuan yang memudahkan Anda dalam pembuatan laporan keuangan hingga pengelolaan bisnis.

Melalui Mekari Jurnal, Anda dapat membuat laporan keuangan secara tepat dan cepat, mengelola stok dan aset perusahaan, hingga mengelola utang piutang bisnis Anda.

Tunggu apalagi? Daftarkan bisnis Anda sekarang juga di Mekari Jurnal dan dapatkan free trial selama 7 hari.

Konsultasi dengan Mekari Jurnal Sekarang!

 

 

 

Referensi:

Kompasiana, “rupiah semakin melemah, mengunkap sebab dan solusinya”.

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Jurnal

WhatsApp Hubungi Kami