Dalam menghadapi dampak ekonomi Covid-19 dan menekan dampak pandemi, akhirnya Bank Indonesia (BI) melakukan quantitative easing hampir 300 triliun.
Tetapi, nyatanya banyak masyarakat yang belum mengetahui pengertian dari quantitative easing dan kenapa kebijakan tersebut diterapkan sebagai salah satu langkah mitigasi dampak ekonomi Covid-19.
Apa Itu Quantitative Easing (QE) ?
Quantitative easing atau pelonggaran kuantitatif adalah kebijakan moneter non-konvensional di mana bank sentral meningkatkan jumlah uang yang beredar dengan membeli surat berharga jangka panjang dari pasar terbuka atau aset keuangan dalam jumlah tertentu dari bank komersial dan institusi swasta lainnya.
Kebijakan ini diterapkan juga untuk memudahkan pinjaman atau kredit kepada masyarakat.
Hal ini biasanya juga diterapkan ketika kebijakan moneter standar mulai tidak efektif.
Membeli sekuritas ini menambah uang baru bagi perekonomian dan juga berfungsi menurunkan suku bunga dengan menawar sekuritas pendapatan tetap.
Ini juga memperluas neraca bank sentral.
Memahami QE
Untuk melaksanakan pelonggaran kuantitatif, bank sentral meningkatkan jumlah uang yang beredar dengan membeli obligasi pemerintah dan sekuritas lainnya.
Meningkatkan suplai uang sama dengan meningkatkan suplai aset lainnya.
Biaya uang yang lebih rendah berarti suku bunga juga lebih rendah dan bank dapat meminjamkan dengan persyaratan yang lebih mudah.
Jika pelonggaran kuantitatif itu sendiri kehilangan efektivitas, kebijakan fiskal (pengeluaran pemerintah) dapat digunakan untuk lebih memperluas pasokan uang.
Bahkan, pelonggaran kuantitatif dapat mengaburkan batas antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal, jika aset yang dibeli terdiri dari obligasi pemerintah jangka panjang yang dikeluarkan untuk membiayai pengeluaran defisit.
Baca juga :Â 4 Stimulus Non-Fiskal Sektor Ekspor-Impor Dari Pemerintah Akibat Corona
Kelemahan Quantitative Easing
Jika bank sentral meningkatkan jumlah uang beredar, itu dapat menyebabkan inflasi.
Dalam skenario terburuk, bank sentral dapat menyebabkan inflasi melalui QE tanpa pertumbuhan ekonomi, yang menyebabkan periode yang disebut stagflasi.
Jika peningkatan jumlah uang yang beredar tidak berhasil melalui bank dan masuk ke dalam perekonomian, maka QE mungkin tidak menjadi efektif kecuali jika digunakan sebagai hanya untuk memfasilitasi pengeluaran defisit (kebijakan fiskal).
Akibat lainnya yaitu mendevaluasi mata uang domestik. Bagi produsen, ini dapat membantu merangsang pertumbuhan karena barang yang diekspor akan lebih murah di pasar global.
Namun, penurunan nilai mata uang membuat impor menjadi lebih mahal dan meningkatkan biaya produksi serta tingkat harga konsumen.
Apakah QEÂ Efektif?
Jika dilihat dari program QE yang dilakukan oleh Federal Reserve AS pada tahun 2008, The Fed meningkatkan jumlah uang beredar sebesar 4 triliun dolar Amerika.
Ini berarti, sisi aset neraca Fed tumbuh secara signifikan ketika membeli obligasi, hipotek dan aset lainnya.
Liabilitas Fed, terutama cadangan di bank-bank AS, tumbuh dengan jumlah yang sama.
Sebagian besar ekonom percaya bahwa program QE Fed membantu menyelamatkan ekonomi AS (dan dunia) setelah krisis keuangan 2008.
Namun, besar perannya dalam pemulihan selanjutnya lebih diperdebatkan dan tidak mungkin diukur. Bank-bank sentral lain juga telah berupaya mengerahkan QE untuk melawan resesi dan deflasi tapi hasilnya tidak jelas.
Tetapi sekali lagi, kebijakan quantitative easing ini diharapkan dapat membantu masyarakat.
Dengan harapan masyarakat memahami kebijakan ini untuk menambah pasokan uang melalui pencetakan uang secara terkontrol. Di satu sisi QE bisa menjadi solusi, tapi jika tidak dilakukan dengan hati-hati, maka akan menjadi masalah.
Saat ini, Indonesia terus memberi stimulus yang dijalankan dengan tepat dan sesuai sasaran. Dengan tujuan untuk menumbuhkan konsumsi masyarakat dan menopang keberlangsungan UKM di Indonesia.
QE dan UKM
Kondisi Covid 19 yang terjadi saat ini sangat mempengaruhi perekonomian negara Indonesia.
Banyak sekali sektor perekonomian yang lumpuh di kondisi saat ini.
Kebijakan QE yang dilakukan bank sentral Indonesia dengan meningkatkan jumlah uang likuid yang dapat beredar di masyarakat.
Hal ini akan membuat kemudahan dalam melakukan pinjaman dan suku bunga yang lebih rendah yang bisa dimanfaatkan oleh para pebisnis UKM agar bisa terus beroperasi di kondisi saat ini.
Pemerintah juga berharap dengan adanya kebijakan ini UKM dapat terus bertahan membantu perekonomian indonesia.
Setelah UKM melakukan pinjaman atau pengajuan kredit, sebaiknya UKM mulai melakukan pembukuan keuangan dan akuntansi yang rapi.
Bahkan, gunakan alat pembantu seperti software akuntansi keuangan. Hasil pembukuan yang rapi, akurat dan cepat akan membuat strategi dan kebijakan yang tepat pula.
Baca juga :Â Tips agar Bisnis UKM Mampu Bertahan di Masa Pandemi Corona
Terlebih, segala kebijakan yang dilakukan mungkin saja cepat berubah mengingat situasi yang tidak menentu saat ini.
Misalnya Jurnal by Mekari, software akuntansi dan keuangan yang ikut mendukung dan berkomitmen membantu menjawab tantangan untuk menjaga produktivitas dan pertumbuhan ekonomi melalui program #UKMtahankritis.
Cari tahu selengkapnya mengenai produk Jurnal di website Jurnal atau isi formulir berikut ini untuk mencoba demo gratis Jurnal secara langsung.
Cukup ketuk banner di bawah ini untuk mendapatkan promo kesempatan bonus berlangganan Jurnal selama 60 hari dan diskon 35% (Minimal subscribe 12 bulan). Salam sehat dan produktif selalu!